Menurut Uno B. Hamzah (2007: 129) matematika adalah suatu bidang ilmu yang merupakan alat pikir, berkomunikasi, alat untuk memecahkan berbagai persoalan praktis, yang unsur-unsurnya logika dan intuisi, analisis dan konstruksi, generalitas dan individualitas, serta mempunyai cabang-cabang antara lain aritmatika, aljabar, geometri, dan analisis.
Konsep dapat diartikan sebagai ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret (KBBI, 2005). Untuk dapat menyampaikan pembelajaran dengan baik sehingga tertanam konsep secara utuh, guru perlu mengetahui perkembangan kognitif anak dan juga tahapan belajarnya. Brunner (dalam Fadjar, 2008:15) membagi tahap belajar menjadi tiga yaitu :
- Tahap Enaktif. Pada tahap ini, siswa dituntut untuk mempelajari pengetahuan dengan benda konkret atau menggunakan situasi nyata bagi para siswa.
- Tahap Ikonik. Setelah mempelajari pengetahuan dengan benda nyata atau benda konkret, tahap berikutnya adalah tahap ikonik yaitu siswa mempelajari suatu pengetahuan dalam bentuk gambar atau diagram sebagai perwujudan dari kegiatan yang menunjukkan benda konkret atau nyata.
- Tahap Simbolik. Selain dua tahap di atas masih ada satu tahap lagi yaitu tahap simbolik dimana siswa mewujudkan pengetahuannya dalam bentuk simbol-simbol abstrak. Dengan kata lain siswa harus mengalami proses berabstraksi.
Agar belajar menjadi berguna bagi seorang siswa, sifat-sifat umum dari pengalaman siswa harus dipadukan untuk membentuk suatu struktur konseptual atau suatu skema. Dengan demikian, guru hendaknya memberi kegiatan pada siswa untuk menyusun struktur matematika sedemikian rupa agar jelas bagi siswa sebelum mereka dapat menggunakan pengetahuan awalnya sebagai dasar untuk belajar pada tahap berikutnya, atau sebelum mereka menggunakan pengetahuan mereka secara efektif untuk menyelesaikan masalah. Pemahaman yang demikianlah yang dapat bertahan lama dan meresap pada diri siswa.
Dari beberapa teori tersebut dapat kita lihat bahwa siswa SMP masuk dalam kategori tahap peralihan dan penyesuaian dari masa sebelumnya. Untuk itu guru perlu memahami bagaimana cara yang tepat untuk menyampaikan materi pembelajaran, membawanya dari suasana konkret berangsur kepada suasana yang lebih abstrak. Metode ceramah kurang tepat dilakukan dalam penyampaian beberapa materi matematika. Lebih tepatnya dalam hal ini diperlukan alat peraga matematika yang dapat meningkatkan daya tarik dan pemahaman siswa sehingga akan terbangun konsep yang baik dan bukan hanya sekedar menghafal materi.
Alat peraga merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan proses interaksi antara guru dengan siswa. Dikatakan alat peraga karena fungsinya memeragakan sesuatu dalam proses pembelajaran. Obyek dalam pembelajaran matematika yang berupa fakta, konsep, prinsip dan skill merupakan benda pikiran yang bersifat abstrak sehingga diperlukan pengalaman melalui benda-benda nyata (konkret). Penggunaan alat peraga yang dapat berfungsi sebagai jembatan. Alat peraga ini digunakan dengan prinsip bahwa semakin banyak indera yang digunakan untuk menerima sesuatu maka akan semakin banyak dan semakin jelas pengetahuan yang diperoleh. Dengan kata lain alat peraga akan memudahkan penyampaian persepsi terhadap siswa tentang suatu obyek
Adapun fungsi alat peraga sebagai berikut :
1. Memudahkan dalam memahami suatu konsep dalam matematika
2. Menguatkan atau menerampilkan konsep yang telah diberikan
3. Memotivasi atau untuk membangkitkan ketertarikan siswa pada suatu konsep
4. Sumber belajar
Terlepas dari semua manfaat alat peraga, keberhasilan suatu pembelajaran tidak hanya bergantung pada media saja tetapi juga peran guru dalam menjalankan strategi pembelajaran yang inovatif dan interaktif.